Minggu, 02 November 2008

Ikhlas Menunggu Titipan

Menikah bagi hampir semua pasangan bertujuan untuk mendapatkan keturunan, melestarikan marga atau semacamnya lah. Tapi ternyata tak semudah diangan.Yang pengen cepet-cepet dapet malah ga dapet-dapet. yang pengen nunda eh, malah kebobolan. Anak seyogyanya adalah titipan Tuhan, bila dilihat dari sudut pandang agama. Maka datangnyapun tergantung pada kehendak yang menitipkan yaitu Tuhan pemilik semua ruh dibumi. Anak adalah gabungan proses yang luar biasa kompleks didalam tubuh ibu yang bahkan sampai detik ini pun tidak ada seorang dokterpun yang sanggup memberikan kepastian kapan kita punya anak.
Ketika buah hati tak kunjung tiba, ketika menstruasi selalu datang tertib setiap bulannya. Bagi seorang wanita yang mendambakan anak tentu ada sedikit siksaan batin.(mungkin saya terlalu kasar ya menyebutnya.tapi jujur itu adalah perasaan saya). Usaha pun sudah dilakukan. Mulai dari medis sampai non medis. dari yang masuk akal sampai yang berbau magic rela dilakukan. (saya pernah disuruh makan cumi 7 ekor, padahal saya paling benci sama cumi, akhirnya saya beli anaknya cumi biar ga banyak-banyak amat makannya. hasilnya? mens tetep datang tuh).
Kata orang tua, sabar saja. Ini semua karena belum waktunya. Tapi tak semudah itu melakukanya. Apalagi bila ternyata salah satu pasangan atau dua-duanya terdapat masalah. Itupun terjadi pada saya. Saya didiagnosa menderita endometriosis yang sudah membentuk kista di indung telur sebesar 7 cm. Sedangkan suami saya jumlah sperma normalnya cuma 2 % yang kata dokter minimal 16 % untuk bisa menghamili istri.
Memang banyak yang mengalami hal yang lebih buruk dari kami. Sewaktu di persiapan laparoskopi untuk mengangkat kista ovarium, saya bersebelahan dengan pasien yang baru selesai menjalani laparoskopi tapi bukan tindakan, melainkan untuk diagnosis. Ternyata nasib dia tidak lebih baik dari saya. Sudah 5 tahun menikah, dia belum punya keturunan. Dari hasil pemeriksaan sebelumnya, saluran indung telurnya buntu dan dari hasil laparoskopi, dia memiliki kista yang lebih dari satu di sekitar indung telurnya. Saya jadi bersyukur, saya baru 1 tahun menikah dan sudah ketemu kelainannya apa.
Tapi itu belum berakhir, setelah laparoskopi dokter tidak memberi saya obat penyubur atau yang lainnya. Dokter hanya berkata "Segera hamil ya, Bu. Karena selama ibu masih subur, kemungkinan kistanya tumbuh lagi ada. Satu-satunya obatnya ya hamil". Senewen ga sih dengar pernyataan seperti itu?.Ga usah disuruh juga sudah pengen dari dulu. Sepertinya dokter itu tidak melihat wajah penuh harapku untuk diberikan sesuatu biar cepat hamil.
Akhirnya, dengan pengetahuan seadanya mengenai menghitung masa subur, saya dan suami berusaha agar konsepsi bisa berhasil. Ternyata 4 bulan berlalu, belum juga ada tanda-tanda kehamilan (setiap seminggu setelah berhubungan saya selalu mengetes dengan test pack). Mulailah keyakinan itu goyah lagi. Muncul lagi prasangka-prasangka itu. Jangan-jangan kistaku kambuh lagi...Jangan-jangan spermamu tambah jelek yang... Jangan-jangan spermamu ga masuk ke rahimku karena selalu tumpah setelah berhubungan.
Tidak tahan dengan penyakit jangan-jangan itu, akhirnya kami berdua kembali pada dokter androlog yang memeriksa suami saya dulu. Lalu diperiksa apakah sperma bisa masuk rahim atau tidak. Caranya, androlog itu memberikan jadwal berhubungan berdasarkan perhitungan masa subur (ternyata ga cocok dengan hitungan saya yang sok tahu). Lalu kami diminta berhubungan dalam rentang waktu 2-6 jam sebelum periksa ke dokter. Trus sesampainya di klinik, saya diperiksa (prosesnya seperti pap smear gitu), lendir dari mulut rahim saya diambil lalu diperiksa dibawah mikroskop. Sama dokternya saya dikasih lihat hasilnya. Lucu banget bisa lihat sperma suami....:). Makhluk kecebong super kecil itu tapi mengandung separuh gen kita itu tampak ada yang diam di tempat tapi ekornya bergerak-gerak, tapi ada juga yang aktif bergerak kesana-kemari. Kata dokter spermanya bagus dan bisa masuk, lendir kesuburanku juga bagus. Jadi tinggal tunggu waktu aja.
Perkataan dokter tersebut jujur saja menenangkanku. Memberiku keyakinan bahwa aku baik-baik saja dan suamiku juga, dan sesungguhnya ini semua harus dipasrahkan kepada Tuhan. Untuk kedepannya kami jadi lebih santai secara psikologis. Secara medis kami tinggal mengatur waktu berhubungan. Tapi perjuangan belum berakhir....tugas kami sekarang adalah menata hati dan pikiran agar dipandang siap oleh yang mau ngasih titipan. Kami harus lebih merendahkan diri. Kami (terutama saya) harus bisa menyingkirkan kekhawatiran-kekhawatiran tentang masa depan anak kelak. Pemikiran seperti bisa ga ya mbeliin anakku buku-buku bagus itu? mampu ga ya nyekolahin anakku disekolah favorit itu?Ah, enaknya kalo punya anak sudah punya mobil sendiri, ga repot kalo kemana-mana. Pemikiran-pemikiran seperti itu yang seringkali meracuni hati kita menjadi secara tidak sadar menolak kehadiran anak itu karena takut tidak bisa memberikan yang terbaik untuknya. Itu adalah wejangan dari suami saya, karena melihat saya yang suka gelisah apalagi melihat bagaimana teman-teman kantor memperlakukan anaknya.Dalam hati saya mengakui lebihan suami saya dalam hal pasrah. Tapi sifat keras kepala ini membutuhkan usaha ekstra untuk mencapai itu.
Ini bulan kelima setelah laparoskopi itu dan saya belum hamil (doain yaa....). tapi saya tetap ingin berbagi dengan wanita-wanita lain yang mungkin senasib dengan saya. Perjuangan menuju ikhlas memang tidak mudah. Saya juga perlu banyak belajar. Bila ada yang tahu bagaimana caranya bisa share disini. Bila saya sudah tahu duluan ya akan saya share disini.
salam berbagi,
kiki

Tidak ada komentar: